Revolusi Youtubers dan Matinya Industri Televisi

Apakah industri dan bisnis televisi akan segera memasuki masa senjakala? Apakah industri televisi pelan-pelan akan sekarat dalam kesunyian, di tengah ledakan digital yang makin riuh?
Jika merujuk data-data yang sebentar lagi akan saya sajikan, mungkin masa depan industri tv konvensional akan makin kelam.
Industri televisi kian termehek-mehek lantaran muncul juga fenomena yang mengejutkan. Sebuah fenomena yang acap disebut dengan Youtubers Revolution.
Data pemirsa televisi di negara Amerika berikut ini mungkin menunjukkan betapa televisi makin ditinggalkan oleh pemirsanya.
CvripSSUMAAYCDl re
Dari data tersebut terlihat bahwa pemirsa televisi sekarang hanyalah orang-orang tua jadul. Sementara kalangan remaja (turun 32%) dan anak muda (turun 23%) makin ogah menonton televisi.
Ini berbahaya. Sebab remaja dan anak muda adalah konsumen masa depan. Jika mereka sekarang makin enggan memirsa televisi, maka masa depan industri TV benar-benar berada dalam kegelapan.
Dan saya menduga data serupa juga terjadi di Indonesia. Saya sendiri melihat banyak anak SMP dan SMA disekeliling saya yang hampir tidak pernah lagi mau menonton televisi.
Kemana mereka larinya? Sebagian asyik main game online, dan sebagian lainnya tenggelam dalam Revolusi Youtubers.
Benar, bintang idola anak remaja Indonesia sekarang bukan lagi mereka yang sering tampil di televisi. Banyak anak remaja dan anak muda yang bahkan mungkin tidak kenal mereka sebab sudah hampir tidak pernah menonton televisi.
Bagi anak-anak remaja dan anak muda Indonesia, yang sekarang menjadi bintang idola mereka adalah nama-nama yang mungkin masih asing bagi Anda.
Ada Chandra Liow. Edhozel. Reza Oktavian. Pao Pao. Duo Harbatah. Agung Hapsah. Ataupun Bayu Skak.
Mereka adalah contoh anak-anak muda yang memulai apa yang layak disebut sebagai Youtuber Revolution di tanah air.
Slogan mereka keren : youtube lebih daripada televisi. Boom.
Channel anak-anak muda itu banyak yang keren. Saya suka video musiknya Chandra Liow (video lagunya yang berjudul Gapapa Jelek yang Penting Sombong amat keren, dan sungguh menginspirasi).
Saya juga video humornya Pao-pao (cewek muda dari Tomang, Jakarta ini sungguh jenius dalam menghadirkan sajian humoris).
Banyak channel Yotubers itu yang memiliki pelanggan ratusan ribu, dan dengan mudah mendapatkan view hingga jutaan dalam waktu singkat.
Bagi anak-anak remaja, ratusan channel Youtube itu jauh lebih asyik untuk ditekuni. Daripada layar televisi yang monoton, dengan selingan iklan yang kadang bikin bete.
Alhasil jutaan remaja dan anak muda Indonesia melakukan eksodus dan migrasi : dari layar televisi jadul yang antik, menuju layar smartphone dengan ratusan channel youtube yang asyik.
Selain dari Youtube, stasiun televisi konvensional dan tv kabel juga mendapatkan hantaman keras dari layanan seperti Netflix (penyedia layanan film bagus melalui streaming video).
Ledakan broadband memang mengubah lansekap televisi. Video ultra HD Netflix dengan mudah disajikan via streaming dengan kualitas bagus.
Namun pendiri Netflix sendiri pernah bilang dengan jujur : dia merasa lebih takut dengan Youtubers Revolution. Sebab, pemirsa remaja dan anak muda punya banyak pilihan di channel youtube, dan semua gratis (tidak seperti layanan Netflix yang berbayar).
Btw, layanan video streaming berupa film-film bagus seperti Netflix mulai banyak tersedia di Indonesia, seperti Iflix dan Hooq (namun semua berbayar, tidak seperti Youtube yang gratisan).
Youtubers revolution mungkin akan terus bertahan. Sebab layanan ini memang merupakan platform yang berbasis pada user (user-generated contents) dan mengandalkan “collective genius” atau katakan wisdom of crowd.
Selalu akan ada user baru dengan sajian yang unik dan mengejutkan (fenomena Young Lex dan Awkarin adalah sampelnya).
Ke depan akan selalu ada sosok misterius kreatif seperti mereka yang akan mengisi imajinasi hiburan jutaan anak muda Indonesia.
Itulah yang menjadi kekuatan inti Youtube : pasti akan selalu ada user-nya yang unik dan kreatif serta menciptakan kejutan baru. Youtube memanfaatkan “kejeniusan kolektif penggunanya”.
Dan pengelola televisi layak galau dengan fenomena itu. Data grafik diatas juga menegaskan bahwa anak remaja dan anak muda makin enggan menonton televisi.
Tentu saja televisi mungkin akan tetap bertahan. Untuk survive, mereka mungkin juga harus punya layanan streaming yang dengan mudah diakses via internet. Sebagian besar televisi sudah melakukannya.
Namun fakta pahit sudah didepan mata : sebagian besar konsumen muda dan remaja televisi sudah lenyap. Pendapatan iklan sudah pasti juga akan turun secara gradual. Masa depan industri televisi memang kian suram.
Youtubers Revolution mungkin mendedahkan sebuah fakta magis : betapa para youtubers muda yang ndak punya modal banyak selain modal kreativitas itu, ternyata bisa menghancurkan industri televisi yang modalnya triliunan.
Tentu saja akan ada sebagian pihak yang “denial” dengan fenomana ini. Mungkin ada sebagian pengelola stasiun televisi yang berkilah : aman, industri kita masih tetap akan bertahan lama. Ndak usah kuatir.
Kalimat itu yang juga dulu disabdakan oleh para petinggi Kodak dan Nokia ketika dinamika persaingan pasar mulai mengganggu mereka.
“Menolak dan mencoba lari dari kenyataan” mungkin sejenis kalimat untuk mengibur diri.
Namun sejarah telah berulangkali menjadi saksi : kalimat seperti itu pelan-pelan bisa membawa ambisimu jatuh dalam lubang sempit bernama taman kuburan.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Revolusi Youtubers dan Matinya Industri Televisi"

Post a Comment